Setiap orang tua pasti pernah mengalaminya.
Artikel ini akan mengajak Anda memahami:
-
Kenapa anak mengalami tantrum,
-
Apa yang terjadi di dalam otak anak ketika mereka marah,
-
Mengapa orang tua mudah ikut terpancing, dan
-
Bagaimana cara efektif untuk tetap tenang dan membantu anak mengelola emosinya.
Mari kita pelajari bersama langkah-langkah menjadi orang tua yang lebih tenang, penuh kasih, dan sadar emosi di tengah badai kecil bernama “tantrum”.
1. Memahami Akar dari Tantrum Anak
Sebelum kita bisa menenangkan diri saat anak tantrum, kita perlu memahami dulu apa sebenarnya yang sedang terjadi.
1.1 Tantrum adalah Bahasa Anak untuk Mengungkapkan Emosi
Tantrum, dalam hal ini, sebenarnya bukan bentuk “pembangkangan”, tapi cara anak meminta tolong:
“Aku tidak tahu bagaimana caranya mengungkapkan perasaanku!”“Aku kewalahan!”“Tolong bantu aku mengatasinya!”
Jika kita melihat tantrum dari sudut pandang ini, maka rasa marah atau malu akan mulai berubah menjadi empati.
1.2 Otak Anak Saat Tantrum: Logika Mati, Emosi Aktif
Karena itu, saat anak sedang menangis keras, membujuk atau menasehati dengan kata-kata logis seperti:
“Ayo berhenti nangis, nanti malu!”“Kamu harus bersyukur, tidak semua anak punya mainan!”
…tidak akan berhasil. Yang dibutuhkan anak bukan logika, tapi rasa aman dan diterima.
1.3 Tantrum Adalah Bagian dari Proses Belajar Emosi
-
Bagaimana rasanya marah, kecewa, atau frustrasi.
-
Bagaimana tubuh mereka bereaksi terhadap emosi itu.
-
Bagaimana reaksi orang tua saat mereka marah.
Jika orang tua mampu mendampingi dengan tenang, anak akan belajar bahwa:
“Aku boleh marah, tapi aku tetap aman dan dicintai.”
Namun jika setiap tantrum disambut dengan teriakan atau ancaman, maka anak belajar bahwa emosi itu sesuatu yang menakutkan atau salah.
2. Mengapa Orang Tua Mudah Ikut Marah Saat Anak Tantrum
Mari jujur — mendengar anak menjerit bisa membuat siapa pun kehilangan kesabaran. Tapi mengapa hal itu begitu memicu emosi kita?
2.1 Luka Emosional Masa Kecil
Padahal, yang sebenarnya terjadi hanyalah anak sedang berproses mengenali emosinya.
2.2 Tekanan dari Lingkungan dan Pandangan Orang Lain
Kita berpikir:
“Nanti orang-orang bilang aku tidak bisa mendidik anak.”
Padahal, reaksi tergesa-gesa sering membuat anak semakin marah karena mereka merasa tidak didengarkan.
2.3 Kelelahan Fisik dan Mental Orang Tua
Saat energi kita rendah, kemampuan menahan emosi pun menurun. Maka, menjaga diri sendiri juga bagian penting dari menjadi orang tua yang tenang.
3. Strategi Menjadi Orang Tua yang Tenang Saat Anak Tantrum
Sekarang kita masuk ke bagian utama: bagaimana caranya tetap tenang dan efektif saat anak sedang meledak emosinya.
3.1 Tarik Napas, Tenangkan Diri Dulu
Langkah pertama bukan menenangkan anak — tapi menenangkan diri sendiri.
Coba lakukan ini:
-
Tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik.
-
Tahan napas 2 detik.
-
Hembuskan perlahan selama 6 detik.
-
Ulangi 3 kali.
3.2 Turunkan Nada, Bukan Suara
Bicara dengan lembut dan singkat seperti:
“Mama tahu kamu marah, tapi Mama di sini.”“Kamu boleh sedih, ayo duduk dulu.”
Nada tenang memberi sinyal aman bagi otak anak, membuat mereka perlahan bisa menurunkan intensitas emosinya.
3.3 Beri Ruang Aman untuk Emosi
Hindari kalimat seperti:
-
“Udah ah, malu!”
-
“Kamu bikin Mama capek!”
Ganti dengan:
-
“Kamu lagi marah banget ya? Mama tahu, gak apa-apa.”
-
“Kita tenangin diri dulu yuk, baru ngomong.”
3.4 Validasi Perasaan Anak
“Kamu sedih karena mainannya rusak, ya?”“Kamu kecewa karena gak bisa nonton TV dulu. Aku ngerti.”
Ketika anak merasa dimengerti, emosi mereka mulai menurun. Mereka belajar bahwa perasaan itu tidak perlu ditekan, tapi bisa diungkapkan dengan aman.
3.5 Jangan Ambil Secara Pribadi
3.6 Tetap Tegas, Tapi Hangat
Contoh:
❌ “Kalau kamu teriak lagi, Mama tinggal!”✅ “Mama tahu kamu marah, tapi kamu gak boleh pukul. Kalau marah, kita bisa pukul bantal, ya.”
Kelembutan dan ketegasan bisa berjalan berdampingan.
4. Setelah Tantrum Reda: Waktu untuk Terhubung
4.1 Peluk dan Tenangkan
“Sekarang sudah tenang ya, Nak. Mama di sini.”
Pelukan bukan berarti memanjakan, melainkan memberikan rasa aman.
4.2 Bicara Setelah Emosi Turun
“Tadi kamu marah banget ya karena gak dibeliin mainan. Gak enak rasanya, ya?”“Lain kali kalau kamu merasa marah, coba bilang sama Mama, ya.”
Ini membantu anak belajar mengenali dan menamai emosinya — langkah penting menuju kedewasaan emosional.
4.3 Refleksi untuk Orang Tua
Tanyakan pada diri sendiri:
-
Apa yang membuatku paling sulit saat anak tantrum?
-
Apakah aku sudah cukup istirahat dan tenang?
-
Apakah reaksiku tadi membantu anak merasa aman?
Dengan refleksi rutin, kita bisa semakin sadar dan berkembang menjadi orang tua yang lebih sabar.
5. Tips Tambahan untuk Menjaga Ketenangan Orang Tua
Berikut beberapa cara praktis untuk melatih ketenangan setiap hari:
5.1 Jaga Kesehatan Diri
Tidur cukup, makan bergizi, dan sempatkan waktu istirahat. Orang tua yang lelah akan lebih mudah tersulut.
5.2 Beri Waktu untuk Diri Sendiri
Ambil waktu “me time” walau sebentar — minum teh hangat, membaca buku, atau berjalan santai. Ketenangan batin menular pada cara Anda menghadapi anak.
5.3 Jangan Bandingkan Anak dengan Anak Lain
Setiap anak memiliki cara sendiri dalam mengekspresikan emosi. Fokuslah pada kemajuan kecil, bukan perbandingan.
5.4 Bangun Rutinitas yang Konsisten
Anak lebih tenang jika mereka tahu apa yang akan terjadi. Jadwal tidur, makan, dan bermain yang teratur bisa mengurangi potensi tantrum.
5.5 Minta Bantuan Jika Perlu
Tidak ada salahnya berbagi cerita atau meminta dukungan dari pasangan, teman, atau psikolog anak. Mengasuh anak bukan kompetisi — ini perjalanan yang bisa dijalani bersama.
6. Menumbuhkan Pola Asuh yang Damai
-
Mengajarkan anak cara menghadapi emosi dengan sehat,
-
Menumbuhkan kepercayaan dan kedekatan,
-
Dan menciptakan rumah yang penuh kasih, bukan ketakutan.
Anak-anak tidak membutuhkan orang tua yang sempurna — mereka hanya membutuhkan orang tua yang hadir, memahami, dan mau belajar.
Kesimpulan: Tenang Adalah Kekuatan, Bukan Kelemahan
Ketika Anda tenang:
-
Anak merasa aman,
-
Hubungan menjadi lebih hangat,
-
Dan setiap tantrum berubah menjadi kesempatan untuk belajar bersama.
Ingatlah: tidak ada orang tua yang selalu sabar. Tapi setiap kali Anda mencoba menenangkan diri, Anda sudah melakukan sesuatu yang luar biasa — tidak hanya untuk anak Anda, tapi juga untuk diri sendiri.